MAKALAH PELAJARAN AQIDAHMEMBAHAS TUNTAS BAKHIL DI AGAMA ISLAM
Nama
Kelompok :
1.
Erwin
Fernanda No/Kelas : 15/XI MIA 1
2.
M.
Chozinatul Ulum No/Kelas : 22/XI MIA 1
3.
M.
Safriyanto No/Kelas : 25/XI MIA 1
4.
Yazidul
Khoir No/Kelas : 31/XI MIA 1
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
MADRASAH ‘ALIYAH NEGERI 1 SURAKARTA
Jl. Sumpah Pemuda No. 25, Kadipiro, Banjarsari,
Surakarta
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Puji syukur atas kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Aqidah ini dengan baik. Shalawat serta salam kami
curahkan kepada utusan kita nabi besar Muhammad SAW beserta para sahabatnya para
tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para pejuang islam yang masih berjuang dengan
darah mereka, tinta mereka, pena mereka, serta harta mereka.
Penyelesaian makalah ini
tidak lepas dari uluran tangan oleh beberapa
pihak, baik berupa moril dan material. Untuk ini, pada kesempatan ini
penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulus – tulusnya kami berikan kepada
:
1.
Bp. Aris
Musthofa, S. Ag selaku guru aqidah di kelas XI MIA 1 yang telah memberikan
arahan dan memfalisitasi kami sehingga kami dapat meyelesaikan makalah ini
dengan baik.
2.
Semua teman di kelas XI MIA 1 yang telah memebrikan
dorongan dan motifasi kepada kami untuk memberikan yang terbaik untuk makalah
ini.
3.
Yang terakhir semua pihak yang tidak bisa ditulis satu-persatu di makalah ini, kami
hanya bisa berdo’a kepada Allah SWT, semoga amak baiknya bisa diterima di
sisinya dan menjadi bekal di akhirat kelak. Amiin.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dengan kata sempurna, sehingga diharapkan dari semua
pihak untuk memberikan masukan dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Suatu ketika Al-Imam Ash-Shan’ani t mengatakan:
“Ketahuilah, bakhil
adalah suatu penyakit, ia ada obatnya. Allah l tidaklah menurunkan penyakit,
kecuali ada obatnya. Penyakit ini muncul dari dua sebab. Sebab pertama adalah
cinta (menuruti keinginan) syahwat, yang tidak akan dicapai kecuali dengan harta
dan angan-angan yang panjang. Sebab kedua adalah cinta yang mendalam kepada
harta itu sendiri. Dia berupaya agar harta itu tetap tinggal (ada) padanya.
Karena beberapa dinar (harta) misalnya, posisinya hanya sebagai utusan
(pengantar), dengannya tercapai (sampailah) sekian hajat dan syahwat. Karenanya
harta itu menjadi sesuatu yang dicintai (disenangi). Kemudian harta itu sendiri
menjadi sesuatu yang dicintai. Karena sesuatu yang menjadi penyampai
(perantara) kepada sekian kelezatan (berupa syahwat, kesenangan), adalah lezat,
enak.
Terkadang dia melupakan
tujuan yang dicapai, berupa hajat dan syahwat. Sehingga di sisinya harta itu
menjadi sesuatu yang sangat dicintai (asalnya hanya sekadar menjadi perantara,
berubah menjadi maksud dan tujuan, pen.). Jika demikian halnya, maka inilah
puncak kesesatan. Karena, pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara batu dan
emas, kecuali dari sisi bahwa ia dapat dipakai untuk memenuhi banyak kebutuhan.
Inilah sebab seorang cinta, senang kepada harta dan memiliki sikap kikir.
Sedangkan obatnya adalah dengan lawan sebaliknya.
Maka untuk mengobati
cinta (menuruti keinginan) syahwat, adalah qana’ah dengan sesuatu yang sedikit
(selalu merasa cukup dengan apa yang telah diperoleh) dan dengan kesabaran.
Adapun untuk mengobati angan-angan yang panjang, dengan memperbanyak mengingat
kematian, juga mengingat kematian teman-temannya. Melihat kepada panjang dan
lamanya rasa letih (yang menimpa) mereka di dalam mengumpulkan harta (semasa
hidupnya). Kemudian setelah meninggal, (harta yang mereka kumpulkan, yang
melupakan dari sekian banyak maksud dan tujuan, zakat/infaq pun tidak pernah
mereka tunaikan) hilang sia-sia, tidak memberi manfaat bagi mereka.
Terkadang seseorang
kikir terhadap harta yang dimiliki, disebabkan rasa belas kasihan kepada
keturunannya, seperti anak-anak. Maka obatnya adalah hendaknya ia tahu bahwa
Allah l Dialah Dzat Yang menciptakan mereka sekaligus yang menjamin rezekinya.
Hendaknya ia juga melihat kepada dirinya sendiri, karena orangtua kadang tidak
meninggalkan (memberi) untuk anaknya uang sepeser pun, (namun pada kenyataannya
banyak anak yang dapat menjalani kehidupan, tanpa harus menggantungkan
pemberian atau peninggalan orangtua, pen.). Hendaknya ia juga melihat kepada
apa yang telah Allah l janjikan (persiapkan) bagi orang yang tidak berbuat
kikir, dan mendermakan hartanya pada jalan yang Allah l ridhai. Semestinya ia
melihat kepada ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong untuk bermurah hati
(dermawan) dan menahan dari perbuatan kikir. Kemudian ia melihat akibat buruk
yang terjadi di dunia.
Jadi, kedermawanan itu
baik semuanya, selama tidak melewati batas, sampai pada pemborosan yang
terlarang. Allah l telah mengajarkan hamba-hamba-Nya dengan sebaik-baik
pengajaran, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah–tengah antara yang demikian.”
(Al-Furqan: 67)
Maka sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah.
Dan kesimpulannya
adalah, apabila seorang hamba mendapati harta yang dia infaqkan (belanjakan)
pada perkara yang ma’ruf dan dengan cara yang baik, maka (yakinlah) apa yang di
sisi Allah l (harta yang diinfaqkan) lebih terjamin keberadaannya, ketimbang
yang ada di tangannya (yang disimpan dan tidak diinfaqkan). Dan jika seorang
tidak memiliki harta, maka hendaknya ia selalu qana’ah dan menjauhkan diri dari
meminta-minta dan tidak tamak (rakus). (Subulus Salam, Bab At-Tarhib min
Masawi’ Al-Akhlaq)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah t dalam Majmu’ Fatawa mengatakan bahwa kebakhilan adalah suatu jenis
yang di bawahnya terdapat ragam, ada yang tergolong dosa besar dan ada yang
tergolong dosa kecil seperti pada ayat Ali ‘Imran: 180, An-Nisaa: 36-37,
At-Taubah: 34-35, 54, 76-77, Muhammad: 38, Al-Ma’un: 4-7, dan ayat-ayat lain
yang ada dalam Al-Qur’an yang menyebutkan perintah untuk menunaikan zakat dan
mendermakan harta serta celaan bagi siapapun yang meninggalkannya. Semuanya
mengandung makna celaan terhadap sifat bakhil.
Wallahu a’lam bish-shawab.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, makalah ini diarahkan untuk menjawab
pertanyaan sebagai mana yang berikut :
1.
Apa pengertian Bakhil menurut pandangan Islam
2.
Apa mudharat Bakhil menurut pandangan Islam ?
3.
Bagaimana cara menghindari bakhil menurut pandangan
Islam ?
C.
TUJUAN MAKALAH
Berdasarkan latar belakang
dan rumusan masalah diatas, makalah ini mempunyai tujuan sebagaimana yang
berikut :
1.
Mengetahui pengertian Bakhil menurut pandangan
Islam.
2.
Mengetahui mudharat Bakhil menurut pandangan Islam.
3.
Mengetahui cara menghindari Bakhil menurut pandangan
Islam.
D.
MANFAAT MAKALAH
Berdasarkan latar
belakang, rumusan masalah, dan tujuan makalah diatas, makalah ini mempunyai
manfaat sebagaimana yang berikut :
1.
Dapat mengetahui pengertian Bakhil menurut pandangan
Islam.
2.
Dapat mengetahui mudharat Bakhil menurut pandangan
Islam
3.
Dapat mengetahui cara menghindari Bakhil menurut
pandangan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian bakhil
Bakhil/kikir adalah menahan harta yang seharusnya
dikeluarkan. Menurut kitab At-Ta’rifat mendefinisikan bakhil dengan menahan hartany
sendiri, yakni menahan memberikan sesuatu kepada diri dan orang lain yang
sebenarnya tidak berhak untuk ditahan atau dicegah, misalnya uang, makanan,
minuman, dll. Dalam Tafsir Al-Maraghi
jilid IV, Musthafa al Maraghi menjelaskan, bakhil adalah tidak mau
menunaikan zakat dan enggan mengeluarkan harta dijalan allah, dalil yang
melarang dari perbuatan bakhil diantaranya Qur’an Surat al-isra’ ayat 29-30 .
2. Bahaya perilaku bakhil
a. Mengakibatkan dosa besar
Firman Allah SWT :
وَ لا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ
فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ
مَا َخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : “Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S Ali Imran
:180)
b. Terpedaya dengan tipu daya setan
Firman Allah SWT :
الشَّيْطَانُ
يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ
مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya :
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu
berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya
dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. ( Q.S
Al-Baqarah : 268 )
c. Penghalang masuk surga
Dalam sebuah hadits
diriwayatkan :
لايدخلل الجنةحب ولا بخيل و سي ء الملكة
Artinya :
Tidak akan masuk surge ornag-orang yang menipu, bakhil ( kikir ), dan orang –
orang yang buruk mengurus miliknya. ( HR. Bukhari )
d. Rizki menjadi sempit
Dalam sebuah hadits
diriwayatkan :
عن اسما ء ر ض قا ل لئ النب ص : لا تو كئ فنو كئ عليك
Artinya : Dari Asma’ra ia berkata : Nabi SAW
berpesan kepadaku, Janganlah kamu nakhil yang menyebabkan kamu disempitkan
rezeqimu. ( HR. Bukhari )
e. Sumber malapetaka kemanusiaan
Firman Allah SWT :
و اما من نخل و ا ستعنئ ( 7 ) و كذ ب با لحسنئ ( 8 ) فسنيسر
ه للعسر ئ ( 10 ) و ما يغن عنه ما له اذا تردئ (11)
Artinya :
( 8 ) Dan Adapun orang- orang yang
bakhil dan merasa dirinya cukup. ( 9 ) Serta mendustakan pahala yang terbaik. (
10 ) Maka kelak kami akan menyiapkan baginya ( jalan ) yang sukar. ( 11 ) Dan
hartanya tidak akan bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. ( Q.S Al-Lail :
8 – 11 )
3. Menghindari perilaku bakhil
a. Keyakinan
bahwa segala sesuatu milik Allah SWT.
و لله ما فئ السمو ت و ما فئ ا لارض و ا لئ ا لله تر جع
الا مور( 109 )
Artinya : Barang siapa yang bersyukur. Maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk ( kebaikan ) dirinya sendiri dan barang siapa
yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku yang Maha Kaya lagi Maha Mulia
b. Banyak
bersyukur atas nikmat Allah SWT.
و من شكر فا نما يسكر لنفسه ومن كفر فا ن ر بئ غنئ كريم
Artinya : Kepunyaan Allah-lah segala yang
ada di langit dan di bumi dan kepada
Allahlah dikemablikan segala urusan. ( Q.S An- Naml )
c. Gemar
melakukan kegiatan sosial.
عن عد ي بن حا تم رض قا : سمعت ر سو ل الله ص يقو ل
Artinya : Dari Aidiy bin Hatim RA, ia
berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Jagalah dirimu dari api
neraka walau dengan sedeqah separuh biji kurma. ( HR Bukhari )
d. Memohon
perlindungan dari Allah SWT dari sifat bakhil.
ا للهم قنئ شح نفسئ و ا جعلنئ من المفلحين
Artinya : Ya Allah, hilangkanlah dariku
sifat pelit ( lagi tamak ), dan jadikanlah aku orang-orang yang beruntung
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah
melakukan kajian terhadap AL-Qur’an tentang bakhil dapat disimpulkan bahwa :
1. Bakhil
menurut pandangan islam adalah menahan memberikan sesuatu kepada diri dan orang
lain yang sebenarnya tidak berhak untuk ditahan atau dicegah, misalnya uang,
makanan, minuman, dll.
2. Adapaun
mudhorot dari sifat bakhil menurut pandangan islam dianatarnya : mengakibatkan dosa besar, terpedaya dengan
tipu daya setan, penghalang masuk surga, Rezeki menjadi sempit, sumber
malapetaka bagi manusia.
3. Dalam
memberikan solusi terhadap perbuatan Bakhil menurut pandangan islam, Al-Qur’an
telah memberikan petunjuk kepada manusia agar tidak terjerumus ke perbuatanya
diantaranya : keyakinan bahwa segala
sesuatu hanyalah milik Allah, banyak bersyukur atas nikmat Allah, gemar
melakukan social.
B.
Saran
Harapan
kami, makalah ini tidak cukup disini saja, tetapi berlanjut pada permasalahan
atau persoalan yang lebih kompleks lagi, karena kami yakin dan menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Dari pembahasan yang ada di makalah
ini, tentunya menyisakan berbagai persoalan yang kiranya bisa ditindaklanjuti
kemudian, sebagai upaya berkenesinambungan guna memepreoleh kesimpulan –
kesimpulan diantaranya : selain kata bakhil ada kata pelit, kikir, menahan
kewajiban, dalam Al-Qur’an bernama
Al-Syuttah. Dengan terfokus pada kata tersebut, diharapkan peneliti selanjutnya
dapat menemukan penegertian yang berbeda dari kata bakhil untuk menlengkapi
kajian makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Akhmad
Sodiq, M.Ag, Berakidah benar, Berakhlak Mulia,
kelas XI Insan Madani, Sleman, 2006.
2. A.
Mustadjib dkk, Materi pokok, Aqidah
Akhlak Buku II Modul 7-12, Jakarta, Dirjen Binbaga Islam dan UT, 1998.
3. Usman,
dkk, AKIDAH AKHLAK MA, KELAS XI , KEMENAG RI 2015.
4. Abu
Bakar Jabir Al- Jazairi, Minhaj AL-Muslim,
Beirut: Dar al- FIkri, 1976.
5. Ahmad
Amin, Dhuha al-Islam, Jilid III,
Kairo: Muktabah an – Nandhah, 1973.

No comments:
Post a Comment